Rabu, 27 April 2016

KANKER TULANG


MAKALAH
SISTEM MUSKULOSKELETAL
“CARSINOMA TULANG”




OLEH : KELOMPOK 2
KELAS : 2B
1. Ayu Tri Widiyanti                 (201401062)
2.  Widya Citra Sari                 (201401074)
3.  Windi Rosalia Agustin         (201401077)
4.  Erika Desy A.D                    (201401082)
5.  Fajar Ade A                          (201401073)
6.  Septi Vita K                         (201401066)
7. Pungki Dwi A                        (201401071)
8. Fifiyah Puahsari                    (201401050)
9. Irnandita Citra P                  (201401049)
10. Selvi Setyo P                        (201401067)
11. Ayu Fitria                            (201401057)
12. M Iqbal A.S                         (201401061)
13. Putri Lestari                        (201401076)

Dosen Pembimbing : Moch.Achwandi,M.Kep.Ns,CWCS

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2016

MAKALAH
SISTEM MUSKULOSKELETAL
“CARSINOMA TULANG”




OLEH : KELOMPOK 2
KELAS : 2B
1. Ayu Tri Widiyanti                 (201401062)
2.  Widya Citra Sari                 (201401074)
3.  Windi Rosalia Agustin         (201401077)
4.  Erika Desy A.D                    (201401082)
5.  Fajar Ade A                          (201401073)
6.  Septi Vita K                         (201401066)
7. Pungki Dwi A                        (201401071)
8. Fifiyah Puahsari                    (201401050)
9. Irnandita Citra P                  (201401049)
10. Selvi Setyo P                        (201401067)
11. Ayu Fitria                            (201401057)
12. M Iqbal A.S                         (201401061)
13. Putri Lestari                        (201401076)
Dosen Pembimbing : Moch.Achwandi,M.Kep.Ns,CWCS
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Sistem Muskuloskeletal Carsinoma Tulang”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

                        Mojokerto,  Maret 2016

                                    Penyusun








BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Benjolan pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek., tetapi jika benjolan itu terdapat pada bagian tubuh yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai, jangan-jangan itu merupakan pertanda awal terjadinya kanker tulang.
Metastasis juga dapat terjadi melalui penyebaran langsung. Apabila sel kanker melalui aliran limfe, maka sel-sel tersebut dapat terperangkap di dalam kelenjar limfe, biasanya yang terdekat dengan lokasi primernya. Apabila sel berjalan melalui peredaran darah, maka sel-sel tersebut dapat menyebar ke seluruh tubuh, mulai tumbuh, dan membentuk tumor baru. Proses ini disebut metastasis. Tulang adalah salah satu organ target yang paling sering menjadi tempat metastasis.
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.(Price, 1962:1213)
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang menderita kanker per tahun.
Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. (Smeltzer. 2001: 2347).

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa yang dimaksud Carsinoma Tulang ?
1.2.2        Apa saja etiologi dari Carsinoma Tulang?
1.2.3        Apa saja klasifikasi dari Carsinoma Tulang?
1.2.4        Bagaimana patofisiologi Carsinoma Tulang?
1.2.5        Bagaimana manifestasi klinis pada Carsinoma Tulang?
1.2.6        Apa saja pemeriksaan penunjang pada Casrsinoma Tulang?
1.2.7        Bagiamana penatalaksanaan pada Carsinoma Tulang?
1.2.8        Bagaiaman konsep proses asuhan keperawatan pada pasien dengan Carsinoma Tulang?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1        Mengetahui dan memahami arti dari Carcinoma Tulang.
1.3.2        Mengetahui dan memahami etiologi dari Carsinoma Tulang.
1.3.3        Mengetahui dan memahami klasifikasi dari Carsinoma Tulang.
1.3.4        Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Carsinoma Tulang.
1.3.5        Mengetahui dan memahami manifestasi klinis pada psaien dengan Carsinoma Tulang.
1.3.6        Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari Carsinoma Tulang.
1.3.7        Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada pasien dengan Carsinoma Tulang.
1.3.8        Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan  Carsinoma Tulang.

1.4  Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.4.1        Bagi Teoritis
a.       Mamberikan wawasam tentang Carsinoma Tulang kepada masyarakat.
b.      Memberikan masukan kepada pengelola pendidikan keperawatan untuk lebih mengenalkan askep Carsinoma Tulang kepada peserta didiknya.
c.       Sebagai wacana untuk penelitian selanjutnya dibidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan masalah system musculoskeletal.
1.4.2        Bagi Praktisi
a.         Sebagai wacana dalam menambah ilmu pengethauan dalam  masukan/ pertimbangan dalam membuat standar prosedur dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Carsinoma Tulang guna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pengurangan derajat penderita Carsinoma Tulang di Indonesia.
b.         Menumbuhkan motivasi bagi tenaga pelaksana untuk menambah pengetahuan, keahlian dan peran dalam  masalah muskuloskeletal seperti Carsinoma Tulang.





















BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1  Definisi
Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.(Wong.2003: 595).
Carsinoma tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang terus menerus secara cepat dan pertimbangannya tidak terkendali. Kanker dapat berasal dari dalam tulang juga timbul dari jaringan atau dari sel- sel kartilago yang berhubungan dengan epiphipisis atau dari unsur-unsur pembentuk darah yang terdapat pada sumsum tulang.
Osteosarkoma (Sarkoma Osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. (Wong. 2003: 616).
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.(Price. 1998: 1213).
Osteosarkoma (Sarkoma Osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.(Smeltzer. 2001: 2347).
Osteosakroma merupakan kanker tulang primer yang paling sering terjadi pada individu muda sampai usia 30 tahun dan sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan pria dari pada anak perempuan dan wanita dengan rasio 1,5:1.(Souhami & Tobias,1986)
Insiden puncak terjadi sekitar usia 14 tahun dan cenderung terjadi pada individu dewasa yang mengalami penyakit Paget, yang mengindikasikan adanya kaitan dengan peningkatan aktivitas tulang (Schwartz & Tobias,1986).
Sekitar 10-20% pasien telah mengalami metastasis ke paru pada saat didiagnosis (Lewis,1996), hal ini mempengaruhi prognosis mereka secara signifikan.
Walaupun nyeri sering dikeluhkan, studi yang dilakukan oleh Grimer & Sneath (1990) menunjukkan bahwa, rata-rata, pasien yang mengalami osteosarkoma menunggu 6 minggu sebelum mereka meminta advis dokter umum. Selain itu, mereka juga merasakan nyeri selama 7 minggu kemudian sebelum diagnosisi ditegakkan.

2.2  Etiologi
Di 1969, Dr. Joseph Fraumeni melihat kelompok-kelompok keluarga dengan jumlah yang lebih tinggi dari kanker pada anak dan dewasa awal kanker onset. Dengan bantuan Dr. Frederick Li, mereka menemukan angka peningkatan sarkoma, leukemia, kanker adrenal, dan kanker payudara dalam keluarga ini daripada biasanya akan diharapkan. Ini "sindrom kanker familial" akhirnya dikenal sebagai Li-Fraumeni Syndrome. Di 1990 peneliti menemukan bahwa LFS paling sering disebabkan oleh mutasi gen pada gen supresor tumor p53. Ketika gen p53 ini bermutasi, itu tidak bekerja dengan baik untuk menghentikan pertumbuhan sel tumor dan mengembangkan. LFS diagnosis juga dapat hasil dari mutasi Chk2. Kanker yang berhubungan dengan LFS termasuk:
-          Kanker adrenocortical
-          tumor otak
-          sarkoma jaringan lunak
-          osteosarcoma
-          kanker payudara genetic
-          leukemia genetic
-          limfoma
-          glioblastoma
-          rhabdomyosarcoma
Dahulu osteosarkoma rahang sering terjadi pada pekerja yang mengecat lempeng dengan bahan yang berkilau karena mereka mengingesti radium saat membasahi kuas lukis dengan mulut (Ross Bell, 1994, Souhami &Tobis, 1986).
Adapun etiologi lain dari carsinoma tulang yaitu :
1.      Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi.
2.      Keturunan
3.        Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi). Penyakit Paget adalah kelainan langka tulang yang mempengaruhi laju pembentukan dan kehancuran dari berbagai tulang kerangka. Hal ini umum di orang tua dan orang-orang dari keturunan Eropa. Tepat penyebab kondisi ini tidak jelas. Dalam penyakit Paget osteoclasts menjadi lebih aktif daripada Osteoblas membuat perbedaan antara tulang breakdown dan formasi. Ini berarti bahwa ada lebih banyak kerusakan tulang dari biasanya. Osteoblas mencoba untuk menjaga dengan membuat tulang baru. Seluruh proses menjadi kacau menuju pembentukan tulang cacat yang besar, misshapen, dan padat, sementara semua sementara lemah dan rapuh dan mudah untuk fraktur membungkuk atau menekuk karena tekanan. Tulang cacat, dan cocok bersama-sama sembarangan. Tulang normal ketika dilihat di bawah mikroskop menunjukkan struktur tumpang tindih yang ketat yang muncul sebagai dinding batu bata. Dalam penyakit Paget ada pola mosaik yang tidak teratur, seolah-olah batu bata hanya berkumpul dan meninggalkan bersama sembarangan.
4.      Virus onkogenik
Virus ini merupakan salah satu pemicu terjadinya kanker. Virus onkogenik adalah virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang mempengaruhi proses onkogenesis. Onkogenesis adalah hasil akumulasi berbagai perubahan genetik yang mengubah ekspresi atau fungsi protein yang penting dalam pengendalian pertumbuhan dan pembelahan sel. Virus onkogenik saat menginfeksi sel dapat menyebabkan mutasi proto-onkogen sel menjadi onkogen.

Proto-onkogen adalah gen normal sel yang dapat berubah menjadi onkogen aktif karena terjadinya mutasi atau mengalami ekspresi yang berlebihan (menghasilkan onkoprotein dalam jumlah berlebihan).
Onkogen adalah istilah untuk gen yang bisa menginduksi satu atau beberapa sifat karakteristik sel kanker. Gen tersebut dapat berupa gen virus atau gen sel yang bila dimasukkan ke dalam sel yang sesuai, secara sendiri atau bersama gen lain dapat merubah sifat sel normal menjadi sifat sel ganas.
Gen Pengendali Tumor (Tumor Supressor Gene) adalah gen yang bila mengalami inaktivasi (menjadi tidak aktif) akan menyebabkan pembentukan tumor. Tumor adalah istilah untuk perbanyakan sel yang tidak normal. Kanker adalah sebutan untuk tumor yang ganas.
(Smeltzer. 2001: 2347).

2.3  Klasifikasi
Jaringan Asal
Tumor Jinak
Tumor Ganas
Tulang
Osteoid osteoma
Osteosarkoma
Osteoblastoma

Kista tulang

Aneurisme

Kartilago
Osteokondroma
Kondrosarkoma
Kondroma

Enkondroma

Fibrosa
Fibroma
Fibrosakroma
Sumsum

Myeloma
Tidak jelas
Tumor sel raksasa
Sarcoma ewing
Histiositoma
Histiositoma
Fibrosa jinak
Fibrosa ganas



Klasifikasi Tumor Tulang terdiri dari :
Tumor tulang benigna biasanya tumbuh lambat dan berbatas tegas, gejalanya sedikit dan tidak menyebabkan kematian. Tumor tulang benigna terdiri atas :
a.       Osteoma, berasal dari jaringan tulang sejati yang relative jarang terjadi, biasanya timbul pada tulang membranosa tengkorak.
b.      Chondroma, sering terjadi pada tulang panjang, misalnya pada lengan kadang-kadang terdapat pada tulang datar seperti tulang ileum.
c.       Osteohondroma, bukan neoplasma sejati, berasal dari sel-sel yang tertinggal pada permukaan tulang, lapisan kartilago pada osteochondroma dapat mengalami transformasi maligna setelah trauma dan dapat terjadi chondrosarkoma.
2.      Tumor tulang maligna
Tumor tulang maligna sekunder yaitu berasal dari metaste tumor, misalnya tumor payudara, bronkus, prostat dan ginjal. Contoh dari tumor maligna sekunder adalah osteosarkoma dan osteogeniksarkoma.
 Tumor tulang maligna terdiri dari :
a.       Osteosarkoma
Osteosarkoma merupakan kanker tulang primer yang sering terjadi pada individu muda sampai usia 30 tahun dan sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan pria dari pada anak perempuan dan wanita, dengan rasio 1,5 : 1 (Souhami & Tobias, 1986). Insiden puncak terjadi sekitar usia 14 tahun dan cenderung pada individu muda yang memiliki tinggi badan di atas rata-rata individu seusia mereka. Tumor ini juga terjadi pada individu biasa yang mengalami penyakit paget, yang mengdindikasikan adanya peningkatan aktifitas tulang (Schwartz et al,1993). Osteosarkoma terjadi sebesar 3-4% dari kasus keganasan masa kanak-kanak dengan sekitar 150 kasus dan kasus baru yang didiagnosis di Inggris setiap tahun (Souhami & Tobias,1986). 
Ada lima jenis osteosarkoma yang utama : osteoblastik, kondroblastik, fibroblastic, campuran dan telangiektatik (O’Sullivan & Saxton,1997). Tumor terjadi pada metastasis tulang tempat pertumbuhan lebih aktif. Mayoritas terlihat pada ekstremitas bawah, khususnya pada femur distal dan tibia proximal degan tempat lainnya yang sering adalah humerus proksimal, femur proximal, dan pelvis.
Sekitar 10-20% pasien telah mengalami metastasis ke paru pada saat didiagnosis (Lewis,1996) : hal ini mempengaruhi prognosis mereka secara signifikan. Walaupun nyeri sering dikeluhkan, studi yang dilakukan Grimer dan Sneath (1990) menyebutkan bahwa, rata-rata pasien mengalami osteosarkoma menunggu 6 minggu sebelum mereka meminta advis dokter umum. Selain itu, mereka juga merasakan nyeri selama 7 minggu kemudian sebelum diagnosis ditegakkan.
Gambar
Etiologi
Etiologi dari osteosarkoma adalah pasien yang mengalami retinoblastoma herediter beresiko mengalami osteosarkoma sebagai tumor sekunder, yang mengindikasikan predisposisi genetic pada penyakit ini (Jurgens et al, 1992).
Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011). Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor pembentukan tumor.
Etiologi osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai macam faktor predisposisi sebagai penyebab osteosarkoma. Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarkoma antara lain:
1.      Trauma
Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya trauma. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan osteosarkoma.
2.      Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarkoma ini.
3.      Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberkulosis mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarkoma.
4.      Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarkoma baru dilakukan pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan onkogenik virus pada osteosarkoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan menyatakan adanya partikel seperti virus pada sel osteosarkoma dalam kultur jaringan.
Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya trauma. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan osteosarkoma.  Insiden osteosarkoma juga lebih tinggi pada tulang yang teradiasi. Osteosarkoma merupakan salah satu tumor yang teridentifikasi dalam keluarga kanker Li-Fraumeni. Pada kanker Li-Fraumeni, terdapat awitan dini kanker payudara pada ibu dan kerabat dekat akibat mutasi garis induk P53 (Porter et al, 1992). Li-Fraumeni sindrom adalah mewarisi gangguan kanker herediter langka yang sangat meningkatkan risiko seseorang terkena kanker selama hidup mereka. Kadang-kadang, orang dengan LFS mengembangkan beberapa tumor atau beberapa kanker, sering di masa kecil atau orang dewasa muda.
Gambaran radiografi
Sinar X dapat menunjukkan kerusakan pada korteks dan beberapa reaksi periosteal.  Baji tulang baru tumbuh pada sudut tempat periosteum terdorong dari tulang yang disebut Segitiga Codman. Tampilan seperti sinar matahari pada tumor tulang yang baru dapat terjadi (Gray, 1994).
Penatalaksanaan
Penanganan osteosarkoma yang optimum adalah kombinasi kemoterapi dan pembedahan radikal, baik mempertahankan ekstremitas atau amputasi. Pendekatan ini meningkatkan penatalaksanaan osteosarkoma dalah 30 tahun terakhir ini. Dengan angka individu yang sintas sekitar 55% untuk tumor tanpa metastasis pada saat muncul. Respon yang baik terhadap kemoterapi merupakan prognosis yang penting ; jika 90% nekrosis tumor mencapai pada saat reseksi, sintas pasien meningkat secara signifikan (O’Sullivan dan Saxon,1997). Protokol kemoterapi percobaan dengan menggunakan kombinasi obat terus ditinjau, baik secara nasional ataupun internasional. Untuk mencari penanganan yang optimum.
           Grimer (1996) menyatakan bahwa kekambuhan local osteosarkoma cenderung meningkat setelah pembedahan yang mempertahankan ekstremitas jika respon pasien terhadap kemoterapi buruk. Grimer menyatakan bahwa efek kemoterapi lebih signifikan mencegah kekambuhan dari pada tingkat pembedahan yang dibatasi.
           Osteosarkoma tidak terlalu sensitif terhadap radioterapi. Oleh sebab itu penggunaan radioterapi dibatasi, tetapi diindikasikan pada akhir penanganan untuk meradiasi jaringan lunak tempat tumor hanya di reseksi secara marginal. Jika tindakan ini dilakukan disekitar sendi implant endoprostetik, dapat terjadi adhesi yang dapat membatasi fungsi.
b.      Ewings sarkoma
Erwing’s Sarkoma adalah tumor ganas yang timbul dalam sumsum tulang, pada tulang panjang umumnya femur, tibia, fibula, humerus, ulna, vertebra, skapula. Ewings sarcoma merupakan tumor ganas yang paling sering ke empat dan tersering kedua pada individu muda 75% terjadi pada pasien dibawah usia 20 tahun dengan rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 3:2 (O’Sullivan & Saxton,1997). Mayoritas pasien berkulit putih, dengan insiden terrendah pada populasi kulit hitam afro-karidia.
Sel tumor yang agresif, kecil, bulat dan biru asalnya tidak jelas. Tumor ini terjadi pada diafisis atau batang tulang. Walaupun dapat terjadi pada semua tulang, tumor ini lebih sering terjadi pada femur, tibia , fibula, humerus dan pelvis. Biasanya tumor tersebut menyebar lebih cepat ke area jaringan lunak dan lebih ekstensif dari pada osteosarkoma (Pringle,1987). Sekitar 25% pasien mengalami metastasis paru pada saat didiagnosis dan tumor dapat menginfiltrasi sumsum tulang, yang secara rutin di aspirasi sebelum dilakukan penanganan.
Pasien yang mengalami sarcoma ewing dapat mengalami pireksi, sering terjadi dimalam hari disertai keringat. Peningkatan LED (Laju Endap Darah) dan hitung sel darah putih kemungkinan karena sifat nekrosis tumor (Dukworth,1995). Gambaran klinis sarcoma ewing dapat menyerupai osteomielitis.
                        Etiologi
Studi sitogenik menunjukkan bahwa terjadi translokasi kromosom 22 pada pasien yang mengalami sarcoma Ewing, hal ini juga terjadi pada pasien yang mengalami tumor neural. Tumor neuroektodermal primitive perifer (peripheral primitive neurectodermal tumours,PNET) saat ini dimasukkan ke dalam sarcoma ewing, yang menunjukkan translokasi kromosom 11, PNET saat ini ditangani dengan cara yang sama dengan sarcoma ewing. Abnormalitas sitogenik ini didukung dengan resiko pasien sarcoma ewing mengalami osteosarkoma pada area yang teradiasi (Schwartz et al,1993). Tidak ditunjukkan adanya keterkaitan herediter.
Gambaran radiograf
           Pemeriksaan sinar X sering menunjukkan pembengkakan sebagian besar jaringan lunak dan lesi destruktif dengan tampilan seperti dimakan ngengat tanpa pembentukan tulang baru. Mungkin ditemukan



c.       Multiple myeloma
Mieloma adalah tumor ganas pada sel plasma sumsum tulang. Tumor ini dapat muncul sebagai lesi tulang tunggal, suatu plasmasitoma, tetapi yang lebih sering, terjadi lesi multiple yang timbul dimanapun terdapat sumsum tulang merah.
Pasien umumnya berusia lebih dari 45 tahun dan mengalami gejala nyeri tulang, nyeri tekan, kelemahan, dan anemia karena kerusakan sumsum tulang. Terjadi fraktur patologis, khususnya pada spina karena korpus

Gambaran radiograf
Hasil pemeriksaan sinar X sama dengan hasil radiograf penyakit metastasis, yang menunjukkan adanya penurunan densitas tulang. Gambaran sinar X khusus menunjukkan area terpukul multiple pada tulang tanpa pembentukan tulang baru disekitarnya : paling baik terlihat pada tengkorak seliain itu myeloma merupakan penyebab tersering osteoporosis sekunder dan fraktur komfersi vertebra pada pasien yang berusia lebih dari 45 tahun, gambaran tersebut akan terlihat pada radiograf.
Pantalaksanaan
Tidak ada penanganan kuratif untuk mieloma multiple. Radio terapi dan kemoterapi dapat mengurangi nyeri dan tekanan mungkin memperpanjang sintas. Fraktur patologis ditangani secara simtomatik dengan fiksasi internal, tetapi tulang akan hancur, sokongan semen tulang sering diperlukan untuk menjamin fiksasi yang baik (Apley dan soloman ,1993).
d.      Fibrosarkoma
Fibrosarkoma merupakan neoplasma ganas yang berasal dari sel mesenkim, dimana secara histology sel yang dominan adalah sel fibrosis. Pembelahan sel yang tidak terkontrol dapat menginvasi jaringan local serta dapat bermetatase jauh ke bagian tubuh yang lain.
Penyebab pasti dari fibrosarkoma belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang sering berkontribusi seperti faktor radiasi yang menyebabkan adanya perubahan genetik oleh karena hilangnya alel, poin mutasi, dan translokasi kromosom. Selain beberapa penyebab di atas, fraktur tulang, penyakit paget, dan operasi patah tulang juga dapat menimbulkan fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma merupakan keganasan yang sering terjadi terutama akibat paparan radiasi. Sebagian besar kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun dengan proporsi jumlah laki-laki yang lebih dominan terkena dan jarang terjadi pada anak-anak. Seseorang dengan riwayat infark tulang atau iradiasi merupakan faktor risiko pada fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma pada grade yang tinggi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadi metastasis dan kekambuhan lokal.
e.       Chondrosarkoma. Conrdosarkoma merupakan tulang ganas primer tersering kedua. Tumor ini terjadi pada tulang matur, dengan insiden puncak pada pasien yang berusia 40-60 tahun. Tumor tersebut berasal dari sel kartilago dengan sebagian besar area kartilago mengalami osifikasi (sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan yang berkembang menjadi tulang keras. Jaringan yang berkembang akan disisipi dengan pembuluh darah). Ada dua bentuk kondrosarkoma :
1)      Bentuk sentral yang muncul dalam tulang dari enkondroma (tumor jinak se-sel rawan displastik yang timbul pada metafisis tulang tubular,  terutama pada tangan dan kaki).
2)      Bentuk perifer yang muncul pada permukaan tulang dari osteokondroma.
Kondrosarkoma lebih sering terjadi pada pelvis dan ujung proksimal tulang panjang (Duckworth, 1995). Tumor ini tumbuh lebih lambat dari tumor ganas lainnya dan secara bertahap ukurannya meningkat timbul dari ujung tulang panjang yang besar atau dari tulang pipih seperti pelvis dan skapula.
Tumor tulang metastatik (tumor tulang sekunder) lebih sering dari tumor tulang maligna primer. Tumor yang muncul dari jaringan tubuh mana saja bisa menginflasi tulang dan menyebabkan destruksi tulang lokal, dengan gejala yang mirip dengan yang terjadi pada tumor tulang primer.
Tumor yang bermetastasis ketulang paling sering adalah karsinoma ginjal, prostat, paru-paru, payudara, ovarium dan tiroid. Tumor metastatik paling sering menyerang kranium, vertebra, pelvis femur dan humerus.

2.4 Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berlokasi pada sumsum tulang (myeloma) dari jaringan sel tulang (sarkoma) atau tumor tulang (carsinomas). Pada tahap selanjutnya sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul limpa, hati limfe dan ginjal. Akibat adanya pengaruh aktivitas hematopoetik sumsum tulang yang cepat pada tulang, sel-sel plasma yang belum matang / tidak matang akan terus membelah. Akhirnya terjadi penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.
Osteogeniksarcoma sering terdapat pada pria usia 10-25 tahun, terutama pada pasien yang menderita penyakit paget’s. hal ini dimanifestasikan dengan nyeri bengkak, terbatasnya pergerakan serta menurunnya berat badan. Gejala nyeri pada punggung bawah merupakan gejala yang khas, hal ini disebabkan karena adanya penekanan pada vertebra oleh fraktur tulang patologik. Anemia dapat terjadi akibat adanya penempatan sel-sel neoplasma. Pada sumsum tulang hal ini menyebabkan terjadinya hiperkalsemia, hiperkalsuria dan hiperurisemia selama adanya kerusakan tulang. Sel-sel plasma ganas akan membentuk sejumlah immunoglobulin / bence jones protein abnormal. Hal ini dapat dideteksi dalam serum urin dengan teknik immunoelektrophoesis. Gejala gagal ginjal dapat terjadi selama presitipasi immunoglobulin dalam tubulus (pada pyelonephritis), hiperkalsemia, peningkatan asam urat, infiltrasi ginjal oleh plasma sel (myeloma ginjal) dan thrombosis pada pena ginjal.
Kecederungan patologik perdarahan merupakan ciri-ciri myeloma dengan dua alasan utama, yaitu :
a.       Penurunan platelet (thrombositopenia) selama adanya kerusakan megakaryosit, yang merupakan sel-sel induk dalam sel-sel tulang.
b.      Tidak berfungsinya platelets, microglobin menghalangi elemen-elemen dan turut serta dalam fungsi hemostatik.

2.5 Manifestasi Klinik
1.   Nyeri tulang
Nyeri tulang adalah gejala yang paling sering didapati pada proses metastasis ke tulang dan biasanya merupakan gejala awal yang disadari oleh pasien. Nyeri timbul akibat peregangan periosteum dan stimulasi saraf pada endosteum oleh tumor. Nyeri dapat hilang-timbul dan lebih terasa pada malam hari atau waktu beristirahat.
2.   Fraktur
Adanya metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur tulang menjadi lebih rapuh dan beresiko untuk mengalami fraktur. Kadang-kadang fraktur timbul sebelum gejala-gejala lainnya. Daerah yang sering mengalami fraktur yaitu tulang-tulang panjang di ekstremitas atas dan bawah serta vertebra.
3.  Penekanan medula spinalis
Ketika terjadi proses metastasis ke vertebra, maka medulla spinalis menjadi terdesak. Pendesakan medulla spinalis tidak hanya menimbulkan nyeri tetapi juga parese atau mati rasa pada ekstremitas, gangguan miksi, atau mati rasa disekitar abdomen.
4. Peninggian kadar kalsium dalam darah
Hal ini disebabkan karena tingginya pelepasan cadangan kalsium dari tulang. Peninggian kalsium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, mual, haus, konstipasi, kelelahan, dan bahkan gangguan kesadaran.
5. Gejala lainnya
Apabila metastasis sampai ke sum-sum tulang, gejala yang timbul sesuai dengan tipe sel darah yang terkena. Anemia dapat terjadi apabila mengenai sel darah merah. Apabila sel darah putih yang terkena, maka pasien dapt dengan mudah terjangkit infeksi.Sedangkan gangguan pada platelet, dapat menyebabkan perdarahan.
a)      Akibat riwayat trauma dan atau cidera yang berkaitan dengan olahraga yang tidak berhubungan.
b)       Peningkatan kadar fosfate alkalis serum.
c)      Keterbatasan gerak.
d)     Kehilangan berat badan.
e)      Peningkatan suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena.
f)       Lesi primer dapat mengenai semua tulang.
g)      Malaise.
h)      Demam.

2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto tulang konvensional
Foto tulang konvensional digunakan untuk menentukan karakter metastasis ke tulang.
2. Gambaran CT-Scan
CT scan digunakan untuk mengevaluasi abnormalitas pada tulang yang susah atau tidak dapat ditemukan dengan X-Ray dan untuk menentukan luasnya tumor atau keterlibatan jaringan 7.
3.  MRI
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa penggunaan MRI untuk mendeteksi suatu metastasis lebih sensitif daripada penggunaan skintiscanning.
Pada pemeriksaan MRI didapatkan modul yang soliter atau lebih (kebanyakan/lebih sering soliter),lesi multipel dengan metastasis ke aksis dari pada rangkaian.
4.   Scintigraphy ( nuclear medicine )
Skintigrafi adalah metode yang efektif sebagai skrining pada seluruh tubuh untuk menilai metastasis ke tulang.
5.   Pemeriksaan bone survey (foto seluruh tubuh)
Bone Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radio-grafik konvensional adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi metastatik yaitu skelet, foto bone survey dapat memberikan gambaran klinik yaitu:
a) Lokasi lesi lebih akuran apakah daerah epifisis, metafisis, dan diafisis atau pada organ-organ tertentu
b) Apakah tumor bersifat soliter atau multiple
c)    Jenis tulang yang terkena.
d)    Dapat memberikan gambaran sifat-sifat tumor



2.7    Penatalaksanaan
2.7.1        Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan medis adalah sebagai berikut :
Tujuan penatalaksanaan menghancurkan atau mengangkat jaringan ganas dengan metode seefektif mungkin :
1. Tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi
2. Alloperinol untuk mengontrol hiperurisemia. Outputurin harus baik(2500-3000ml/hari) unutuk mengukur tingkat  serum kalsium dan mencegah hiperkalsium dan hiperurisemia
3. Bifosfonat
Bifosfonat berfungsi untuk menekan laju destruksi dan pembentukan tulang yang berlebihan akibat metastasis.
4. Kemoterapi dan terapi hormonal
Obat-obat kemoterapi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker didalam tubuh. Kemoterapi dapat diberikan per-oral maupun intravena. Terapi hormon digunakan untuk menghambat aktivitas hormon dalam mendukung pertumbuhan kanker.
5.   Radioterapi
Radioterapi berguna untuk menghilangkan nyeri dan mengontrol pertumbuhan tumor di area metastasis.
6.   Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mencegah atau untuk terapi fraktur. Biasanya pembedahan juga dilakukan untuk mengangkat tumor. Dalam pembedahan mungkin ditambahkan beberapa ornament untuk mendukung struktur tulang yang telah rusak oleh metastasis.
Teknik Pembedahan :
a)   Eksisi luas, tujuan adalah untuk mendapatkan batas-batas tumor secara histologis, tetapi mempertahankan struktur-struktur neurovaskuler yang utama.
b)   Amputasi, tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi. Indikasi amputasi primer adalah lesi yang terjadi secara lambat yang melibatkan jaringan neurovaskuler, menyebabkan firaktur patologis (terutama raktur proksimal), biopsi insisi yang tidak tepat atau mengalami infeksi, atau terkenanya otot dalam area yang luas.
c)     Reseksi enblock, taknik ini memerlukan eksisi luas dari jaringan normal dari jaringan disekitarnya, pegankatan seluruh serabut otot mulai dari origo sampai insersinya dan reseksi tulang yang terkena termasuk struktur pembuluh darah.
d)  Prosedur tikhofflinbekrg, teknik pembedahan ini digunakan pada  lesi humerus bagian proksimal dan meliputi reaksi enblock skapula, bagian humerus dan klavikula.
e)   Pilihan Rekonstruksi
Kriteria pasien untuk pembedahan mempertahankan ekstremitas, usia, insisi biopsi dan fungsi pasca bedah ekstremitas yang dipertahankan lebih dari fungsi alat prostesis, rekonstruksi dapat dilakukan dengan penggunaan berbagai bahan logam maupun sintesis.
2.7.2        Penatalaksanaan keperawatan
a.       Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b.      Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c.       Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d.      Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.(Smeltzer. 2001).
2.8    Komplikasi
Akibat langsung : fraktur


















BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA CARSINOMA TULANG
3.1   Pengkajian
3.1.1        Identitas pasien
Identitas klien :  Identits klien( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose medis ). Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya osteosarkoma ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Gaya hidup yang tak sehat misalnya merokok, makanan dan minuman yang mengandung karbon. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang). Pekerjaan yang memicu terjadinya osteosarkoma adalah yang sering terkena radiasi seperti tenaga kesehatan bagian O.K, tenaga kerja pengembangan senjata nuklir, tenaga IT. Pendidikan berkisar antara SMP samapai Sarjana. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan.
3.1.2        Riwayat keperawatan:
a.       Keluhan utama : Adalah alasan  utama yang menyebabkan dibawanya klien ke rumah sakit (adanya benjolan dan nyeri).
b.      Riwayat penyakit sekarang : Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Didahului dengan manifestasi klinis nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas. Peningkatan kadar kalsium dalam darah. Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.
c.       Riwayat penyakit dahulu : Perlu dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah dialami sebelumnya yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan proses keperawatan.  Kemungkinan pernah terpapar sering dengan radiasi sinar radio aktif dosis tinggi. Kemungkinan sering mengkonsumsi kalsium dengan batas tidak normal. Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti : makanan dengan zat pengawet, merokok dan lain-lain.
d.      Riwayat penyakit keluarga : Perlu dikaji untuk mengetahui apakah penyakit yang dialami oleh klien saat ini ada hubungannya dengan penyakit herediter. Kemungkinan ada keluarga yang menderita sarcoma.
3.1.3        Pemeriksaan fisik:
a.        B1 (Breath)
·         Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea  (-), retraksi dada (-), takipnea (+)
·         Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
·         Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
b.      B2 (Blood)
·         Inspeksi : pucat
·         Palpasi : peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena, nadi meningkat.
·         Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
·         Auskultasi : disritmia jantung,
c.       B3 (Brain)
·         Inspeksi : px lemas,  yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. KeSadaran diamati komposmentis, apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
·          Palpasi : adakah parese, anesthesia.
·         Perkusi : refleks fisiologis dan refleks patologis.
·         Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala. Wajah tampak pucat.
·         Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-)
·         Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk.
·         Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik.
d.      B4 (Bladder)
·         Inspeksi : testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi labio minor, pembesaran scrotum (-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
·         Palpasi : adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
e.       B5 (Bowel)
·         Inspeksi : BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan abdomen. Ada konstipasi atau diare.
·         Auskultasi : Bising usus
·         Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak membesar suara tymphani.
·          Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.
f.       B6 (Bone)
·         Inspeksi : px tampak lemah, aktivitas  menurun, rentang gerak pada ekstremitas pasien menjadi terbatas karena adanya masa, nyeri, pembengkakan ekstremitas yang terkenal.
·         Palpasi : teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena, terjadi kelemahan otot pada pasien.
·         Perkusi : nyeri dan  atau mati rasa pada ekstremitas yang terkena.
3.1.4        Pola Fungsi Kesehatan
a.       Pola Nutrisi
Kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi lemak, aditif, dan bahan pengawet).  Anoreksia, mual/muntah. Intoleransi makanan. Perubahan berat badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia, berkurangnya massa otot. Perubahan pada kelembapan/turgor kulit, edema.
b.      Pola eliminasi
Perubahan pola defikasi, BAB dan BAK dilakukan dengan bad rest.
c.        Pola istirahat
Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti : nyeri, ansietas, dan berkeringat malam.
d.      Pola aktivitas
Px nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kelemahan dan atau keletihan. Keterbatasan partisipasi dalam hobi dan latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen, tingkat stress tinggi. (Doenges dkk, 2000).

3.2  Diagnosa Keperawatan
3.2.1        Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
3.2.2        Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerusakan muskuloskeletal, nyeri, atau amputasi.
3.2.3        Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan atau kerusakan jaringan lunak.

3.3  Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1.      Meningkatkan kenyamanan.
2.      Mengurangi skala nyeri
3.      Dapat mengendalikan nyeri
4.      Dapat melaporkan karakteristik nyeri.
1.      Observasi lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.

Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
2.      Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).

Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka

3.      Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
4.      Berikan lingkungan yang tenang.
Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress

5.      Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerusakan muskuloskeletal, nyeri, atau amputasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi.
Kiteria hasil :
1. pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas.
2. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas.
3. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
1.      Observasi  tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.

Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
2.      Berikan terapi latihan fisik : ambulasi, keseimbangan, mobilitas sendi.

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan  tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi. Memenuhi kebutuhan nutrisi
3.      Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.

4.      Bantu pasien dalam perawatan diri.
Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.

5.      Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
Untuk menentukan program latihan.
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan atau kerusakan jaringan lunak
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda Infeksi.
2. Leukosit dalam batas normal.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

1.      Observasi  keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.

Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi
2.      Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

3.      Rawat  luka dengan menggunakan tehnik aseptik.
Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.

4.      Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema  lokal, eritema pada daerah luka
Merupakan indikasi adanya osteomilitis.

5.      Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi







3.4  Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup : melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja aktivitas sehari - hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kinerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Selain itu juga implementasi bersifat berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan. Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu : mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi  area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan dan mengkomunikasikan intervensi perawat menjalankan asuhan keperawatan dengan menggunakan beberapa metode implementasi mencakup supervise, konseling, dan evaluasi dari anggota tim perawat kesehatan lainnya.
Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskriptif singkat dari pengkajian keperawatan. Prosedur spesifik dan respon dari klien terhadap asuhan keperawatan. Dalam implementasi dari asuhan keperawatan mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan keperawatan dan personal.

3.5  Evaluasi
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi perawatan memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinyu perawat mengarahkan kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi positif terjadi ketika hasil yang dinginkan  terpenuhi menemukan perawat untuk menyimpulkan bahwa dosis medikasi dan intervensi keperawatan secara efektif memenuhi tujuan klien untuk meningkatkan kenyamanan. Evaluasi negative atau tidak di inginkan menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan atau terdapat masalah potensial yang belum diketahui. Perawat harus menyadari bahwa evaluasi itu dinamis dan berubah terus tergantung pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Hal yang lebih utama evaluasi harus spesifik terhadap klien. Evaluasi yang akurat mengarah pada kesesuaian revisi dan rencana asuhan yang tidak efektif dan penghentian terapi yang telah menunjukan keberhasilan.


















BAB 4
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulang utama, seperti osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya.
Kanker tulang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan. Selain itu juga kanker tulang disebabkan oleh beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya, seperti : penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).
Manifestasi klinis yang muncul pada tumor tulang bisa bervariasi tergantung pada jenis tumor  tulangnya, namun yang paling umum adalah nyeri. Akan tetapi manifestasi lainnya juga yang sering muncul, yaitu : persendian yang bengkak dan inflamasi, patah tulang yang disebabkan karena tulang yang rapuh.
Tumor tulang di bagi menjadi beberapa jenis, antara lain : Multipel myeloma, Osteoma, Kondroblastoma, Enkondroma, Sarkoma Osteogenik (osteosarkoma), Kondrosarkoma, Sarkoma Ewing.
Ada tiga bentuk standar pengobatan kanker tulang, yaitu : pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi. Adakalanya dibutuhkan kombinasi terapi dari ketiganya. Pengobatan sangat tergantung pada jenis kankernya, tingkat penyebaran atau bermetastasis dan faktor kesehatan lainnya.
4.2  Saran
4.2.1        Saran Bagi Mahasiswa Keperawatan
Seluruh mahasiswa keperawatan agar meningkatkan pemahamannya terhadap penyakit Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
4.2.2        Saran Bagi Perawat
Diharapkan agar perawat bisa menindak lanjuti penyakit tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam seluruh tatanan layanan kesehatan
4.2.3        Saran Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan hendaknya menyediakan buku – buku yang ada kaitannya dengan penyakit Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma), sehingga menambah refrensi bagi mahasiswa keperawatan.












DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogyakarta : Diva Press.

Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
                 Kedokteran EGC


http://1.bp.blogspot.com/-Nissa Anagh Uchil  ASKEP CA TULANG.htm

Mansjoer, Arief et al. 2000. Fakultas Kedokteran UI Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3 Jillid
                 2  Jakarta : Media Aesculapius

NANDA International.2009. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011. Jakarta: Penerbit
                 Buku Kedokteran EGC

Sloane Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
                 EGC

Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.Edisi 8.Vol 3.
                 Jakarta. EGC