MAKALAH
SISTEM MUSKULOSKELETAL
“CARSINOMA
TULANG”
OLEH : KELOMPOK 2
KELAS : 2B
1. Ayu Tri Widiyanti (201401062)
2. Widya Citra
Sari (201401074)
3. Windi Rosalia
Agustin (201401077)
4. Erika Desy
A.D (201401082)
5. Fajar Ade A (201401073)
6. Septi Vita K (201401066)
7. Pungki Dwi A (201401071)
8. Fifiyah Puahsari (201401050)
9. Irnandita Citra P (201401049)
10. Selvi Setyo P (201401067)
11. Ayu Fitria (201401057)
12. M Iqbal A.S (201401061)
13. Putri Lestari (201401076)
Dosen Pembimbing : Moch.Achwandi,M.Kep.Ns,CWCS
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2016
MAKALAH
SISTEM MUSKULOSKELETAL
“CARSINOMA
TULANG”
OLEH : KELOMPOK 2
KELAS : 2B
1. Ayu Tri Widiyanti (201401062)
2. Widya Citra
Sari (201401074)
3. Windi Rosalia
Agustin (201401077)
4. Erika Desy
A.D (201401082)
5. Fajar Ade A (201401073)
6. Septi Vita K (201401066)
7. Pungki Dwi A (201401071)
8. Fifiyah Puahsari (201401050)
9. Irnandita Citra P (201401049)
10. Selvi Setyo P (201401067)
11. Ayu Fitria (201401057)
12. M Iqbal A.S (201401061)
13. Putri Lestari (201401076)
Dosen Pembimbing : Moch.Achwandi,M.Kep.Ns,CWCS
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Sistem
Muskuloskeletal Carsinoma Tulang”.
Makalah ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Mojokerto, Maret 2016
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benjolan
pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek., tetapi jika benjolan itu
terdapat pada bagian tubuh yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai,
jangan-jangan itu merupakan pertanda awal terjadinya kanker tulang.
Metastasis
juga dapat terjadi melalui penyebaran langsung. Apabila sel kanker melalui
aliran limfe, maka sel-sel tersebut dapat terperangkap di dalam kelenjar limfe,
biasanya yang terdekat dengan lokasi primernya. Apabila sel berjalan melalui
peredaran darah, maka sel-sel tersebut dapat menyebar ke seluruh tubuh, mulai
tumbuh, dan membentuk tumor baru. Proses ini disebut metastasis. Tulang adalah
salah satu organ target yang paling sering menjadi tempat metastasis.
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma
tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang.
Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut.(Price, 1962:1213)
Menurut
badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun jumlah
penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100
penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk
220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di
Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan
terdapat 650 anak yang menderita kanker per tahun.
Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar
dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun
(1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor
tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor
tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari
seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari
jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka
harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi
penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun
setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap
datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit.
Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara
penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan
radikal diikuti kemotherapy.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang
kelompok usia 15 – 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Rata-rata penyakit ini
terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan
anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan
pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. (Smeltzer.
2001: 2347).
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa yang
dimaksud Carsinoma Tulang ?
1.2.2
Apa saja
etiologi dari Carsinoma Tulang?
1.2.3
Apa saja klasifikasi
dari Carsinoma Tulang?
1.2.4
Bagaimana patofisiologi
Carsinoma Tulang?
1.2.5
Bagaimana
manifestasi klinis pada Carsinoma Tulang?
1.2.6
Apa saja
pemeriksaan penunjang pada Casrsinoma Tulang?
1.2.7
Bagiamana
penatalaksanaan pada Carsinoma Tulang?
1.2.8
Bagaiaman konsep
proses asuhan keperawatan pada pasien dengan Carsinoma Tulang?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1
Mengetahui dan
memahami arti dari Carcinoma Tulang.
1.3.2
Mengetahui dan
memahami etiologi dari Carsinoma Tulang.
1.3.3
Mengetahui dan
memahami klasifikasi dari Carsinoma Tulang.
1.3.4
Mengetahui dan
memahami patofisiologi dari Carsinoma Tulang.
1.3.5
Mengetahui dan
memahami manifestasi klinis pada psaien dengan Carsinoma Tulang.
1.3.6
Mengetahui dan
memahami pemeriksaan penunjang dari Carsinoma Tulang.
1.3.7
Mengetahui dan
memahami penatalaksanaan pada pasien dengan Carsinoma Tulang.
1.3.8
Mengetahui dan
memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Carsinoma Tulang.
1.4 Manfaat
Manfaat
dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.4.1
Bagi Teoritis
a.
Mamberikan wawasam tentang Carsinoma Tulang kepada masyarakat.
b. Memberikan masukan kepada pengelola
pendidikan keperawatan untuk lebih mengenalkan askep Carsinoma Tulang kepada peserta didiknya.
c. Sebagai wacana untuk penelitian selanjutnya
dibidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan masalah system musculoskeletal.
1.4.2
Bagi Praktisi
a.
Sebagai wacana dalam menambah ilmu pengethauan dalam masukan/ pertimbangan dalam membuat standar
prosedur dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Carsinoma Tulang guna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
dan pengurangan derajat penderita Carsinoma Tulang di Indonesia.
b.
Menumbuhkan motivasi bagi tenaga pelaksana untuk menambah pengetahuan,
keahlian dan peran dalam masalah muskuloskeletal seperti Carsinoma Tulang.
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Kanker
adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi
jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam
tubuh.(Wong.2003: 595).
Carsinoma
tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang terus menerus secara cepat dan
pertimbangannya tidak terkendali. Kanker dapat berasal dari dalam tulang juga
timbul dari jaringan atau dari sel- sel kartilago yang berhubungan dengan
epiphipisis atau dari unsur-unsur pembentuk darah yang terdapat pada sumsum tulang.
Osteosarkoma
(Sarkoma Osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang.
(Wong. 2003: 616).
Sarkoma
osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang
tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.(Price. 1998:
1213).
Osteosarkoma
(Sarkoma Osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan
paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini
menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru
ketika pasien pertama kali berobat.(Smeltzer. 2001: 2347).
Osteosakroma
merupakan kanker tulang primer yang paling sering terjadi pada individu muda
sampai usia 30 tahun dan sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan
pria dari pada anak perempuan dan wanita dengan rasio 1,5:1.(Souhami &
Tobias,1986)
Insiden
puncak terjadi sekitar usia 14 tahun dan cenderung terjadi pada individu dewasa
yang mengalami penyakit Paget, yang mengindikasikan adanya kaitan dengan
peningkatan aktivitas tulang (Schwartz & Tobias,1986).
Sekitar
10-20% pasien telah mengalami metastasis ke paru pada saat didiagnosis
(Lewis,1996), hal ini mempengaruhi prognosis mereka secara signifikan.
Walaupun
nyeri sering dikeluhkan, studi yang dilakukan oleh Grimer & Sneath (1990)
menunjukkan bahwa, rata-rata, pasien yang mengalami osteosarkoma menunggu 6
minggu sebelum mereka meminta advis dokter umum. Selain itu, mereka juga
merasakan nyeri selama 7 minggu kemudian sebelum diagnosisi ditegakkan.
2.2 Etiologi
Di 1969, Dr. Joseph Fraumeni melihat
kelompok-kelompok keluarga dengan jumlah yang lebih tinggi dari kanker pada
anak dan dewasa awal kanker onset. Dengan bantuan Dr. Frederick Li, mereka
menemukan angka peningkatan sarkoma, leukemia, kanker adrenal, dan kanker
payudara dalam keluarga ini daripada biasanya akan diharapkan. Ini
"sindrom kanker familial" akhirnya dikenal sebagai Li-Fraumeni
Syndrome. Di 1990 peneliti menemukan bahwa LFS paling sering disebabkan oleh
mutasi gen pada gen supresor tumor p53. Ketika gen p53 ini bermutasi, itu tidak
bekerja dengan baik untuk menghentikan pertumbuhan sel tumor dan mengembangkan.
LFS diagnosis juga dapat hasil dari mutasi Chk2. Kanker yang berhubungan dengan LFS termasuk:
-
Kanker adrenocortical
-
tumor otak
-
sarkoma jaringan lunak
-
osteosarcoma
-
kanker payudara genetic
-
leukemia genetic
-
limfoma
-
glioblastoma
-
rhabdomyosarcoma
Dahulu osteosarkoma rahang sering terjadi pada
pekerja yang mengecat lempeng dengan bahan yang berkilau karena mereka
mengingesti radium saat membasahi kuas lukis dengan mulut (Ross Bell, 1994,
Souhami &Tobis, 1986).
Adapun
etiologi lain dari carsinoma tulang yaitu :
1.
Radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi.
2.
Keturunan
3.
Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya
seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi). Penyakit
Paget adalah kelainan langka tulang yang mempengaruhi laju pembentukan dan
kehancuran dari berbagai tulang kerangka. Hal ini umum di orang tua dan
orang-orang dari keturunan Eropa. Tepat penyebab kondisi ini tidak jelas. Dalam penyakit Paget
osteoclasts menjadi lebih aktif daripada Osteoblas membuat perbedaan antara
tulang breakdown dan formasi. Ini berarti bahwa ada lebih banyak kerusakan
tulang dari biasanya. Osteoblas
mencoba untuk menjaga dengan membuat tulang baru. Seluruh proses menjadi kacau
menuju pembentukan tulang cacat yang besar, misshapen, dan padat, sementara
semua sementara lemah dan rapuh dan mudah untuk fraktur membungkuk atau menekuk
karena tekanan. Tulang cacat, dan cocok bersama-sama sembarangan. Tulang normal ketika
dilihat di bawah mikroskop menunjukkan struktur tumpang tindih yang ketat yang
muncul sebagai dinding batu bata. Dalam penyakit Paget ada pola mosaik yang
tidak teratur, seolah-olah batu bata hanya berkumpul dan meninggalkan bersama
sembarangan.
4.
Virus onkogenik
Virus ini merupakan salah satu pemicu terjadinya
kanker. Virus onkogenik adalah virus yang dapat menyebabkan
perubahan-perubahan yang mempengaruhi proses onkogenesis. Onkogenesis
adalah hasil akumulasi berbagai perubahan genetik yang mengubah ekspresi atau
fungsi protein yang penting dalam pengendalian pertumbuhan dan pembelahan sel. Virus
onkogenik saat menginfeksi sel dapat menyebabkan mutasi proto-onkogen
sel menjadi onkogen.
Proto-onkogen
adalah gen normal sel yang dapat berubah menjadi onkogen aktif karena
terjadinya mutasi atau mengalami ekspresi yang berlebihan (menghasilkan
onkoprotein dalam jumlah berlebihan).
Onkogen adalah istilah untuk gen
yang bisa menginduksi satu atau beberapa sifat karakteristik sel kanker. Gen
tersebut dapat berupa gen virus atau gen sel yang bila dimasukkan ke dalam sel
yang sesuai, secara sendiri atau bersama gen lain dapat merubah sifat sel
normal menjadi sifat sel ganas.
Gen Pengendali Tumor (Tumor Supressor
Gene) adalah gen yang bila mengalami inaktivasi (menjadi tidak aktif) akan
menyebabkan pembentukan tumor. Tumor adalah istilah untuk perbanyakan sel yang
tidak normal. Kanker adalah sebutan untuk tumor yang ganas.
(Smeltzer. 2001: 2347).
2.3 Klasifikasi
Jaringan Asal
|
Tumor Jinak
|
Tumor Ganas
|
Tulang
|
Osteoid osteoma
|
Osteosarkoma
|
Osteoblastoma
|
|
|
Kista tulang
|
|
|
Aneurisme
|
|
|
Kartilago
|
Osteokondroma
|
Kondrosarkoma
|
Kondroma
|
|
|
Enkondroma
|
|
|
Fibrosa
|
Fibroma
|
Fibrosakroma
|
Sumsum
|
|
Myeloma
|
Tidak jelas
|
Tumor sel raksasa
|
Sarcoma ewing
|
Histiositoma
|
Histiositoma
|
|
Fibrosa jinak
|
Fibrosa ganas
|
|
|
|
Klasifikasi Tumor Tulang terdiri
dari :
Tumor tulang
benigna biasanya tumbuh lambat dan berbatas tegas, gejalanya sedikit dan tidak
menyebabkan kematian. Tumor tulang benigna terdiri atas :
a.
Osteoma, berasal dari jaringan
tulang sejati yang relative jarang terjadi, biasanya timbul pada tulang
membranosa tengkorak.
b.
Chondroma, sering terjadi pada
tulang panjang, misalnya pada lengan kadang-kadang terdapat pada tulang datar
seperti tulang ileum.
c.
Osteohondroma, bukan neoplasma
sejati, berasal dari sel-sel yang tertinggal pada permukaan tulang, lapisan
kartilago pada osteochondroma dapat mengalami transformasi maligna setelah
trauma dan dapat terjadi chondrosarkoma.
Tumor tulang maligna sekunder yaitu berasal dari
metaste tumor, misalnya tumor payudara, bronkus, prostat dan ginjal. Contoh
dari tumor maligna sekunder adalah osteosarkoma dan osteogeniksarkoma.
Tumor tulang maligna terdiri dari :
a.
Osteosarkoma
Osteosarkoma merupakan kanker
tulang primer yang sering terjadi pada individu muda sampai usia 30 tahun dan sedikit
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan pria dari pada anak perempuan dan
wanita, dengan rasio 1,5 : 1 (Souhami & Tobias, 1986). Insiden puncak
terjadi sekitar usia 14 tahun dan cenderung pada individu muda yang memiliki
tinggi badan di atas rata-rata individu seusia mereka. Tumor ini juga terjadi
pada individu biasa yang mengalami penyakit paget, yang mengdindikasikan adanya
peningkatan aktifitas tulang (Schwartz et al,1993). Osteosarkoma terjadi
sebesar 3-4% dari kasus keganasan masa kanak-kanak dengan sekitar 150 kasus dan
kasus baru yang didiagnosis di Inggris setiap tahun (Souhami &
Tobias,1986).
Ada lima
jenis osteosarkoma yang utama : osteoblastik, kondroblastik, fibroblastic,
campuran dan telangiektatik (O’Sullivan & Saxton,1997). Tumor terjadi pada
metastasis tulang tempat pertumbuhan lebih aktif. Mayoritas terlihat pada
ekstremitas bawah, khususnya pada femur distal dan tibia proximal degan tempat
lainnya yang sering adalah humerus proksimal, femur proximal, dan pelvis.
Sekitar
10-20% pasien telah mengalami metastasis ke paru pada saat didiagnosis
(Lewis,1996) : hal ini mempengaruhi prognosis mereka secara signifikan.
Walaupun nyeri sering dikeluhkan, studi yang dilakukan Grimer dan Sneath (1990)
menyebutkan bahwa, rata-rata pasien mengalami osteosarkoma menunggu 6 minggu
sebelum mereka meminta advis dokter umum. Selain itu, mereka juga merasakan
nyeri selama 7 minggu kemudian sebelum diagnosis ditegakkan.
Gambar
Etiologi
Etiologi dari osteosarkoma
adalah pasien yang mengalami retinoblastoma herediter beresiko mengalami
osteosarkoma sebagai tumor sekunder, yang mengindikasikan predisposisi genetic
pada penyakit ini (Jurgens et al, 1992).
Retinoblastoma adalah
suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi dan anak dan
merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma dan
meduloblastoma (Skuta et al. 2011).
Retinoblastoma
disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13
pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor pembentukan
tumor.
Etiologi
osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai macam faktor
predisposisi sebagai penyebab osteosarkoma. Adapun faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan osteosarkoma antara lain:
1.
Trauma
Osteosarkoma
dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya trauma.
Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena
tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan
osteosarkoma.
2.
Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi
radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis juga diduga merupakan
penyebab terjadinya osteosarkoma ini.
3.
Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan
thorium untuk penderita tuberkulosis mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang
menjadi osteosarkoma.
4.
Virus
Penelitian tentang
virus yang dapat menyebabkan osteosarkoma baru dilakukan pada hewan, sedangkan
sejumlah usaha untuk menemukan onkogenik virus pada osteosarkoma manusia tidak
berhasil. Walaupun beberapa laporan menyatakan adanya partikel seperti virus
pada sel osteosarkoma dalam kultur jaringan.
Osteosarkoma
dapat terjadi beberapa
bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya trauma. Walaupun demikian trauma
ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur
akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan osteosarkoma. Insiden
osteosarkoma juga lebih tinggi pada tulang yang teradiasi. Osteosarkoma
merupakan salah satu tumor yang teridentifikasi dalam keluarga kanker
Li-Fraumeni. Pada kanker Li-Fraumeni, terdapat awitan dini kanker payudara pada
ibu dan kerabat dekat akibat mutasi garis induk P53 (Porter et al, 1992). Li-Fraumeni
sindrom adalah mewarisi gangguan kanker herediter langka yang sangat
meningkatkan risiko seseorang terkena kanker selama hidup mereka. Kadang-kadang,
orang dengan LFS mengembangkan beberapa tumor atau beberapa kanker, sering di
masa kecil atau orang dewasa muda.
Gambaran
radiografi
Sinar X dapat menunjukkan kerusakan pada korteks dan
beberapa reaksi periosteal. Baji tulang
baru tumbuh pada sudut tempat periosteum terdorong dari tulang yang disebut
Segitiga Codman. Tampilan seperti sinar matahari pada tumor tulang yang baru
dapat terjadi (Gray, 1994).
Penatalaksanaan
Penanganan osteosarkoma yang
optimum adalah kombinasi kemoterapi dan pembedahan radikal, baik mempertahankan
ekstremitas atau amputasi. Pendekatan ini meningkatkan penatalaksanaan
osteosarkoma dalah 30 tahun terakhir ini. Dengan angka individu yang sintas
sekitar 55% untuk tumor tanpa metastasis pada saat muncul. Respon yang baik
terhadap kemoterapi merupakan prognosis yang penting ; jika 90% nekrosis tumor
mencapai pada saat reseksi, sintas pasien meningkat secara signifikan
(O’Sullivan dan Saxon,1997). Protokol kemoterapi percobaan dengan menggunakan
kombinasi obat terus ditinjau, baik secara nasional ataupun internasional.
Untuk mencari penanganan yang optimum.
Grimer (1996) menyatakan bahwa kekambuhan local
osteosarkoma cenderung meningkat setelah pembedahan yang mempertahankan
ekstremitas jika respon pasien terhadap kemoterapi buruk. Grimer menyatakan
bahwa efek kemoterapi lebih signifikan mencegah kekambuhan dari pada tingkat
pembedahan yang dibatasi.
Osteosarkoma tidak terlalu sensitif terhadap radioterapi.
Oleh sebab itu penggunaan radioterapi dibatasi, tetapi diindikasikan pada akhir
penanganan untuk meradiasi jaringan lunak tempat tumor hanya di reseksi secara
marginal. Jika tindakan ini dilakukan disekitar sendi implant endoprostetik, dapat
terjadi adhesi yang dapat membatasi fungsi.
b. Ewings sarkoma
Erwing’s Sarkoma adalah tumor
ganas yang timbul dalam sumsum tulang, pada tulang panjang umumnya femur,
tibia, fibula, humerus, ulna, vertebra, skapula. Ewings sarcoma merupakan tumor ganas yang paling sering ke empat dan
tersering kedua pada individu muda 75% terjadi pada pasien dibawah usia 20
tahun dengan rasio laki-laki terhadap perempuan
adalah 3:2 (O’Sullivan & Saxton,1997). Mayoritas pasien berkulit putih,
dengan insiden terrendah pada populasi kulit hitam afro-karidia.
Sel tumor
yang agresif, kecil, bulat dan biru asalnya tidak jelas. Tumor ini terjadi pada
diafisis atau batang tulang. Walaupun dapat terjadi pada semua tulang, tumor
ini lebih sering terjadi pada femur, tibia , fibula, humerus dan pelvis.
Biasanya tumor tersebut menyebar lebih cepat ke area jaringan lunak dan lebih
ekstensif dari pada osteosarkoma (Pringle,1987). Sekitar 25% pasien mengalami
metastasis paru pada saat didiagnosis dan tumor dapat menginfiltrasi sumsum
tulang, yang secara rutin di aspirasi sebelum dilakukan penanganan.
Pasien yang
mengalami sarcoma ewing dapat mengalami pireksi, sering terjadi dimalam hari
disertai keringat. Peningkatan LED (Laju Endap Darah) dan hitung sel darah
putih kemungkinan karena sifat nekrosis tumor (Dukworth,1995). Gambaran klinis
sarcoma ewing dapat menyerupai osteomielitis.
Etiologi
Studi sitogenik menunjukkan bahwa terjadi
translokasi kromosom 22 pada pasien yang mengalami sarcoma Ewing, hal ini juga
terjadi pada pasien yang mengalami tumor neural. Tumor neuroektodermal
primitive perifer (peripheral primitive neurectodermal tumours,PNET) saat ini
dimasukkan ke dalam sarcoma ewing, yang menunjukkan translokasi kromosom 11,
PNET saat ini ditangani dengan cara yang sama dengan sarcoma ewing.
Abnormalitas sitogenik ini didukung dengan resiko pasien sarcoma ewing
mengalami osteosarkoma pada area yang teradiasi (Schwartz et al,1993). Tidak
ditunjukkan adanya keterkaitan herediter.
Gambaran radiograf
Pemeriksaan sinar X sering menunjukkan pembengkakan sebagian besar jaringan
lunak dan lesi destruktif dengan tampilan seperti dimakan ngengat tanpa
pembentukan tulang baru. Mungkin ditemukan
c.
Multiple myeloma
Mieloma adalah tumor ganas
pada sel plasma sumsum tulang. Tumor ini dapat muncul sebagai lesi tulang
tunggal, suatu plasmasitoma, tetapi yang lebih sering, terjadi lesi multiple
yang timbul dimanapun terdapat sumsum tulang merah.
Pasien
umumnya berusia lebih dari 45 tahun dan mengalami gejala nyeri tulang, nyeri
tekan, kelemahan, dan anemia karena kerusakan sumsum tulang. Terjadi fraktur
patologis, khususnya pada spina karena korpus
Gambaran radiograf
Hasil pemeriksaan sinar X sama
dengan hasil radiograf penyakit metastasis, yang menunjukkan adanya penurunan
densitas tulang. Gambaran sinar X khusus menunjukkan area terpukul multiple
pada tulang tanpa pembentukan tulang baru disekitarnya : paling baik terlihat
pada tengkorak seliain itu myeloma merupakan penyebab tersering osteoporosis
sekunder dan fraktur komfersi vertebra pada pasien yang berusia lebih dari 45
tahun, gambaran tersebut akan terlihat pada radiograf.
Pantalaksanaan
Tidak ada penanganan kuratif
untuk mieloma multiple. Radio terapi dan kemoterapi dapat mengurangi nyeri dan
tekanan mungkin memperpanjang sintas. Fraktur patologis ditangani secara
simtomatik dengan fiksasi internal, tetapi tulang akan hancur, sokongan semen
tulang sering diperlukan untuk menjamin fiksasi yang baik (Apley dan soloman
,1993).
d.
Fibrosarkoma
Fibrosarkoma merupakan
neoplasma ganas yang berasal dari sel mesenkim, dimana secara histology sel
yang dominan adalah sel fibrosis. Pembelahan sel yang tidak terkontrol dapat
menginvasi jaringan local serta dapat bermetatase jauh ke bagian tubuh yang
lain.
Penyebab pasti dari
fibrosarkoma belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang sering
berkontribusi seperti faktor radiasi yang menyebabkan adanya perubahan genetik
oleh karena hilangnya alel, poin mutasi, dan translokasi kromosom. Selain
beberapa penyebab di atas, fraktur tulang, penyakit paget, dan operasi patah
tulang juga dapat menimbulkan fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma merupakan
keganasan yang sering terjadi terutama akibat paparan radiasi. Sebagian besar
kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun dengan proporsi jumlah laki-laki yang
lebih dominan terkena dan jarang terjadi pada anak-anak. Seseorang dengan
riwayat infark tulang atau iradiasi merupakan faktor risiko pada fibrosarkoma
sekunder. Fibrosarkoma pada grade yang tinggi merupakan faktor risiko yang
signifikan untuk terjadi metastasis dan kekambuhan lokal.
e.
Chondrosarkoma. Conrdosarkoma merupakan tulang ganas primer tersering kedua. Tumor ini
terjadi pada tulang matur, dengan insiden puncak pada pasien yang berusia 40-60
tahun. Tumor tersebut berasal dari sel kartilago dengan sebagian besar area
kartilago mengalami osifikasi (sebuah
proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang dimulai dari perkembangan
jaringan penyambung seperti tulang rawan yang berkembang menjadi tulang keras.
Jaringan yang berkembang akan disisipi dengan pembuluh darah). Ada dua bentuk kondrosarkoma :
1)
Bentuk sentral yang muncul
dalam tulang dari enkondroma (tumor jinak se-sel
rawan displastik yang timbul
pada metafisis tulang tubular, terutama pada tangan dan kaki).
2)
Bentuk perifer yang muncul pada permukaan tulang dari osteokondroma.
Kondrosarkoma lebih sering
terjadi pada pelvis dan ujung proksimal tulang panjang (Duckworth, 1995). Tumor
ini tumbuh lebih lambat dari tumor ganas lainnya dan secara bertahap ukurannya
meningkat timbul dari ujung tulang panjang yang besar atau dari
tulang pipih seperti pelvis dan skapula.
Tumor tulang
metastatik (tumor tulang sekunder) lebih sering dari tumor tulang maligna
primer. Tumor yang muncul dari jaringan tubuh mana saja bisa menginflasi tulang
dan menyebabkan destruksi tulang lokal, dengan gejala yang mirip dengan yang
terjadi pada tumor tulang primer.
Tumor yang bermetastasis ketulang paling sering adalah
karsinoma ginjal, prostat, paru-paru, payudara, ovarium dan tiroid. Tumor
metastatik paling sering menyerang kranium, vertebra, pelvis femur dan humerus.
2.4 Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berlokasi pada sumsum
tulang (myeloma) dari jaringan sel tulang (sarkoma) atau tumor tulang
(carsinomas). Pada tahap selanjutnya sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul
limpa, hati limfe dan ginjal. Akibat adanya pengaruh aktivitas hematopoetik
sumsum tulang yang cepat pada tulang, sel-sel plasma yang belum matang / tidak
matang akan terus membelah. Akhirnya terjadi penambahan jumlah sel yang tidak
terkontrol lagi.
Osteogeniksarcoma sering terdapat pada pria usia 10-25
tahun, terutama pada pasien yang menderita penyakit paget’s. hal ini
dimanifestasikan dengan nyeri bengkak, terbatasnya pergerakan serta menurunnya
berat badan. Gejala nyeri pada punggung bawah merupakan gejala yang khas, hal
ini disebabkan karena adanya penekanan pada vertebra oleh fraktur tulang
patologik. Anemia dapat terjadi akibat adanya penempatan sel-sel neoplasma.
Pada sumsum tulang hal ini menyebabkan terjadinya hiperkalsemia, hiperkalsuria
dan hiperurisemia selama adanya kerusakan tulang. Sel-sel plasma ganas akan
membentuk sejumlah immunoglobulin / bence jones protein abnormal. Hal ini dapat
dideteksi dalam serum urin dengan teknik immunoelektrophoesis. Gejala gagal
ginjal dapat terjadi selama presitipasi immunoglobulin dalam tubulus (pada
pyelonephritis), hiperkalsemia, peningkatan asam urat, infiltrasi ginjal oleh
plasma sel (myeloma ginjal) dan thrombosis pada pena ginjal.
Kecederungan
patologik perdarahan merupakan ciri-ciri myeloma dengan dua alasan utama, yaitu
:
a.
Penurunan platelet
(thrombositopenia) selama adanya kerusakan megakaryosit, yang merupakan sel-sel
induk dalam sel-sel tulang.
b.
Tidak berfungsinya platelets,
microglobin menghalangi elemen-elemen dan turut serta dalam fungsi hemostatik.
2.5 Manifestasi
Klinik
1.
Nyeri tulang
Nyeri tulang
adalah gejala yang paling sering didapati pada proses metastasis ke tulang dan
biasanya merupakan gejala awal yang disadari oleh pasien. Nyeri timbul akibat
peregangan periosteum dan stimulasi saraf pada endosteum oleh tumor. Nyeri
dapat hilang-timbul dan lebih terasa pada malam hari atau waktu beristirahat.
2.
Fraktur
Adanya
metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur tulang menjadi lebih rapuh dan
beresiko untuk mengalami fraktur. Kadang-kadang fraktur timbul sebelum
gejala-gejala lainnya. Daerah yang sering mengalami fraktur yaitu tulang-tulang
panjang di ekstremitas atas dan bawah serta vertebra.
3. Penekanan medula
spinalis
Ketika
terjadi proses metastasis ke vertebra, maka medulla spinalis menjadi terdesak.
Pendesakan medulla spinalis tidak hanya menimbulkan nyeri tetapi juga parese
atau mati rasa pada ekstremitas, gangguan miksi, atau mati rasa disekitar
abdomen.
4. Peninggian kadar kalsium
dalam darah
Hal ini
disebabkan karena tingginya pelepasan cadangan kalsium dari tulang. Peninggian
kalsium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, mual, haus, konstipasi,
kelelahan, dan bahkan gangguan kesadaran.
5. Gejala lainnya
Apabila
metastasis sampai ke sum-sum tulang, gejala yang timbul sesuai dengan tipe sel
darah yang terkena. Anemia dapat terjadi apabila mengenai sel darah merah.
Apabila sel darah putih yang terkena, maka pasien dapt dengan mudah terjangkit
infeksi.Sedangkan gangguan pada platelet, dapat menyebabkan perdarahan.
a)
Akibat riwayat trauma dan atau
cidera yang berkaitan dengan olahraga yang tidak berhubungan.
b)
Peningkatan kadar fosfate alkalis
serum.
c)
Keterbatasan gerak.
d)
Kehilangan berat badan.
e)
Peningkatan suhu kulit diatas masa
dan ketegangan vena.
f)
Lesi primer dapat mengenai semua
tulang.
g)
Malaise.
h)
Demam.
2.6 Pemeriksaan
Penunjang
1. Foto tulang konvensional
Foto tulang
konvensional digunakan untuk menentukan karakter metastasis ke tulang.
2. Gambaran CT-Scan
CT scan
digunakan untuk mengevaluasi abnormalitas pada tulang yang susah atau tidak
dapat ditemukan dengan X-Ray dan untuk menentukan luasnya tumor atau
keterlibatan jaringan 7.
3. MRI
Banyak
pendapat yang mengatakan bahwa penggunaan MRI untuk mendeteksi suatu metastasis
lebih sensitif daripada penggunaan skintiscanning.
Pada
pemeriksaan MRI didapatkan modul yang soliter atau lebih (kebanyakan/lebih
sering soliter),lesi multipel dengan metastasis ke aksis dari pada rangkaian.
4. Scintigraphy (
nuclear medicine )
Skintigrafi
adalah metode yang efektif sebagai skrining pada seluruh tubuh untuk menilai
metastasis ke tulang.
5. Pemeriksaan bone
survey (foto seluruh tubuh)
Bone Survey
atau pemeriksaan tulang-tulang secara radio-grafik konvensional adalah pemeriksaan
semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi metastatik yaitu
skelet, foto bone survey dapat memberikan gambaran klinik yaitu:
a) Lokasi lesi lebih akuran apakah daerah
epifisis, metafisis, dan diafisis atau pada organ-organ tertentu
b) Apakah tumor bersifat
soliter atau multiple
c) Jenis tulang
yang terkena.
d) Dapat
memberikan gambaran sifat-sifat tumor
2.7
Penatalaksanaan
2.7.1
Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan
medis adalah sebagai berikut :
Tujuan
penatalaksanaan menghancurkan atau mengangkat jaringan ganas dengan metode
seefektif mungkin :
1. Tindakan pengangkatan tumor
biasanya dengan mengamputasi
2. Alloperinol untuk mengontrol hiperurisemia.
Outputurin harus baik(2500-3000ml/hari) unutuk mengukur tingkat serum
kalsium dan mencegah hiperkalsium dan hiperurisemia
3. Bifosfonat
Bifosfonat
berfungsi untuk menekan laju destruksi dan pembentukan tulang yang berlebihan
akibat metastasis.
4. Kemoterapi
dan terapi hormonal
Obat-obat
kemoterapi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker didalam tubuh. Kemoterapi
dapat diberikan per-oral maupun intravena. Terapi hormon digunakan untuk
menghambat aktivitas hormon dalam mendukung pertumbuhan kanker.
5. Radioterapi
Radioterapi
berguna untuk menghilangkan nyeri dan mengontrol pertumbuhan tumor di area
metastasis.
6. Pembedahan
Pembedahan
dilakukan untuk mencegah atau untuk terapi fraktur. Biasanya pembedahan juga
dilakukan untuk mengangkat tumor. Dalam pembedahan mungkin ditambahkan beberapa
ornament untuk mendukung struktur tulang yang telah rusak oleh metastasis.
Teknik Pembedahan :
a) Eksisi luas,
tujuan adalah untuk mendapatkan batas-batas tumor secara histologis, tetapi
mempertahankan struktur-struktur neurovaskuler yang utama.
b) Amputasi,
tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi. Indikasi amputasi
primer adalah lesi yang terjadi secara lambat yang melibatkan jaringan
neurovaskuler, menyebabkan firaktur patologis (terutama raktur proksimal),
biopsi insisi yang tidak tepat atau mengalami infeksi, atau terkenanya otot
dalam area yang luas.
c)
Reseksi enblock, taknik ini memerlukan eksisi luas dari jaringan normal dari
jaringan disekitarnya, pegankatan seluruh serabut otot mulai dari origo sampai
insersinya dan reseksi tulang yang terkena termasuk struktur pembuluh darah.
d) Prosedur
tikhofflinbekrg, teknik pembedahan ini digunakan pada lesi humerus bagian proksimal dan meliputi
reaksi enblock skapula, bagian humerus dan klavikula.
e) Pilihan
Rekonstruksi
Kriteria
pasien untuk pembedahan mempertahankan ekstremitas, usia, insisi biopsi dan
fungsi pasca bedah ekstremitas yang dipertahankan lebih dari fungsi alat
prostesis, rekonstruksi dapat dilakukan dengan penggunaan berbagai bahan logam
maupun sintesis.
2.7.2
Penatalaksanaan keperawatan
a.
Manajemen nyeri
Teknik
manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi,
dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b.
Mengajarkan mekanisme koping yang
efektif
Motivasi
klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan
secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau
rohaniawan.
c.
Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya
nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan
radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik
relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi
parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d.
Pendidikan kesehatan
Pasien dan
keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya
komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.(Smeltzer.
2001).
2.8 Komplikasi
Akibat langsung : fraktur
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA CARSINOMA TULANG
3.1 Pengkajian
3.1.1
Identitas pasien
Identitas klien : Identits
klien( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, status marietal,
pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose medis ). Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 –
25 tahun (pada usia pertumbuhan). Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya osteosarkoma ditinjau dari pola makan, kebersihan
dan perawatan. Gaya hidup yang tak sehat misalnya merokok, makanan
dan minuman yang mengandung karbon. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan
orang). Pekerjaan yang memicu terjadinya osteosarkoma
adalah yang sering terkena radiasi seperti tenaga kesehatan bagian O.K, tenaga
kerja pengembangan senjata nuklir, tenaga IT. Pendidikan berkisar antara SMP
samapai Sarjana. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan.
3.1.2
Riwayat keperawatan:
a. Keluhan utama : Adalah alasan utama yang menyebabkan dibawanya klien ke rumah
sakit (adanya benjolan dan nyeri).
b. Riwayat penyakit sekarang : Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Didahului dengan manifestasi klinis nyeri dan
atau pembengkakan ekstremitas yang terkena. Pembengkakan
pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas. Peningkatan kadar kalsium
dalam darah. Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Tempat
yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang,
terutama lutut. sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien
pertama kali berobat.
c. Riwayat penyakit dahulu : Perlu dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah dialami
sebelumnya yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan proses
keperawatan. Kemungkinan pernah terpapar sering dengan radiasi sinar radio aktif
dosis tinggi. Kemungkinan sering mengkonsumsi kalsium dengan batas tidak
normal. Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti : makanan dengan
zat pengawet, merokok dan lain-lain.
d. Riwayat penyakit keluarga : Perlu dikaji untuk mengetahui apakah penyakit yang dialami oleh klien saat
ini ada hubungannya dengan penyakit herediter. Kemungkinan ada keluarga yang
menderita sarcoma.
3.1.3
Pemeriksaan fisik:
a. B1
(Breath)
·
Inspeksi : bentuk
simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah
penumpukan sekresi. dipsnea (-),
retraksi dada (-), takipnea (+)
·
Palpasi : kaji adanya
massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
·
Auskultasi : dengan
menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi.
Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti
broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
b. B2
(Blood)
·
Inspeksi : pucat
·
Palpasi : peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena, nadi
meningkat.
·
Perkusi : batas
normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari
garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
·
Auskultasi : disritmia jantung,
c. B3
(Brain)
·
Inspeksi : px
lemas, yang diamati mulai pertama kali
bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau
tidak tampak sakit. KeSadaran diamati komposmentis, apatis, samnolen, delirium,
stupor dan koma.
·
Palpasi : adakah
parese, anesthesia.
·
Perkusi : refleks
fisiologis dan refleks patologis.
·
Kepala
: kesemitiras
muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala. Wajah tampak pucat.
·
Mata
: Amati mata
conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan pupil
terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih
lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-)
·
Hidung
: dapat membedakan bau wangi,busuk.
·
Telinga
: bisa
mendengarkan suara dengan baik.
d. B4
(Bladder)
·
Inspeksi : testis
positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi labio minor,
pembesaran scrotum (-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara
pengeluaran kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam
atau sesuai ketentuan.
·
Palpasi : adakah
pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
e. B5
(Bowel)
·
Inspeksi : BAB,
konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, adakah
bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan
kesemitrisan abdomen. Ada konstipasi atau diare.
·
Auskultasi : Bising usus
·
Perkusi : mendengar
adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak membesar suara tymphani.
·
Palpasi : adakah nyeri
tekan, superfisial pemuluh darah.
f. B6
(Bone)
·
Inspeksi : px tampak
lemah, aktivitas menurun, rentang gerak pada ekstremitas pasien menjadi terbatas
karena adanya masa, nyeri, pembengkakan ekstremitas yang terkenal.
·
Palpasi : teraba massa tulang dan peningkatan
suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena, terjadi kelemahan otot pada pasien.
·
Perkusi : nyeri dan atau
mati rasa pada ekstremitas yang terkena.
3.1.4
Pola Fungsi Kesehatan
a.
Pola Nutrisi
Kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi lemak, aditif, dan
bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan. Perubahan berat badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia,
berkurangnya massa otot. Perubahan pada kelembapan/turgor kulit, edema.
b.
Pola eliminasi
Perubahan pola defikasi, BAB dan
BAK dilakukan dengan bad rest.
c.
Pola istirahat
Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari, adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti : nyeri, ansietas, dan
berkeringat malam.
d.
Pola aktivitas
Px nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Kelemahan dan atau keletihan. Keterbatasan partisipasi
dalam hobi dan latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen,
tingkat stress tinggi. (Doenges
dkk, 2000).
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1
Nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
3.2.2
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerusakan
muskuloskeletal,
nyeri, atau amputasi.
3.2.3
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan
atau kerusakan
jaringan lunak.
3.3 Intervensi
Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
Nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam nyeri dapat teratasi.
Kriteria
hasil :
1.
Meningkatkan kenyamanan.
2.
Mengurangi skala nyeri
3.
Dapat mengendalikan nyeri
4.
Dapat melaporkan
karakteristik nyeri.
|
1.
Observasi lokasi dan
intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
|
Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
|
||
2.
Berikan tindakan kenyamanan
(contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
|
Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka
|
||||
3.
Berikan sokongan (support)
pada ektremitas yang luka.
|
Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
|
||||
4.
Berikan lingkungan yang
tenang.
|
Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress
|
||||
5.
Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan
rasa nyeri.
|
Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
|
||||
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerusakan
muskuloskeletal,
nyeri, atau
amputasi.
|
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas
fisik teratasi.
Kiteria hasil :
1. pasien tampak ikut serta dalam program latihan /
menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas.
2. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang
memampukan tindakan beraktivitas.
3. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas
sesuai tingkat optimal.
|
1. Observasi tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh
edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
|
Pasien
akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
|
||
2. Berikan
terapi latihan fisik : ambulasi, keseimbangan, mobilitas sendi.
|
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot,
mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi. Memenuhi kebutuhan
nutrisi
|
||||
3. Anjurkan pasien untuk melakukan
latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
|
Meningkatkan
aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan
mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
|
||||
4.
Bantu pasien dalam perawatan diri.
|
Meningkatkan
kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi,
meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
|
||||
|
5. Kolaborasi
dengan
bagian fisioterapi.
|
Untuk
menentukan program latihan.
|
|||
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
pembedahan atau
kerusakan jaringan lunak
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria
hasil :
1. Tidak
ada tanda-tanda Infeksi.
2.
Leukosit dalam batas normal.
3.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
|
1. Observasi keadaan luka (kontinuitas dari kulit)
terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
|
Untuk
mengetahui tanda-tanda infeksi
|
||
2. Anjurkan
pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
|
Meminimalkan
terjadinya kontaminasi.
|
||||
3. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik.
|
Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
|
||||
4.
Mewaspadai adanya keluhan nyeri
mendadak, keterbatasan gerak, edema
lokal, eritema pada daerah luka
|
Merupakan
indikasi adanya osteomilitis.
|
||||
5.
Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
|
Leukosit
yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
|
||||
3.4 Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari
proses keperawatan, dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup : melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja
aktivitas sehari - hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan
yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kinerja anggota staf dan mencatat
serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawat kesehatan
berkelanjutan dari klien. Selain itu juga implementasi bersifat
berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan.
Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu :
mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada,
mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan
dan mengkomunikasikan intervensi perawat menjalankan asuhan keperawatan dengan
menggunakan beberapa metode implementasi mencakup supervise, konseling, dan
evaluasi dari anggota tim perawat kesehatan lainnya.
Setelah implementasi, perawat
menuliskan dalam catatan klien deskriptif singkat dari pengkajian keperawatan.
Prosedur spesifik dan respon dari klien terhadap asuhan keperawatan. Dalam
implementasi dari asuhan keperawatan mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan
keterampilan keperawatan dan personal.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses
keperawatan yang mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan
kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku
atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa
keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi perawatan
memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah
respon klien dan membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam hasil
yang diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinyu perawat mengarahkan
kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi positif terjadi ketika
hasil yang dinginkan terpenuhi menemukan perawat untuk menyimpulkan bahwa
dosis medikasi dan intervensi keperawatan secara efektif memenuhi tujuan klien
untuk meningkatkan kenyamanan. Evaluasi negative atau tidak di inginkan
menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan atau terdapat masalah potensial yang
belum diketahui. Perawat harus menyadari bahwa evaluasi itu dinamis dan berubah
terus tergantung pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Hal yang lebih
utama evaluasi harus spesifik terhadap klien. Evaluasi yang akurat mengarah
pada kesesuaian revisi dan rencana asuhan yang tidak efektif dan penghentian
terapi yang telah menunjukan keberhasilan.
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tumor
tulang adalah
istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak normal, tetapi
umumnya lebih digunakan untuk tumor tulang utama, seperti osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma
Ewing
dan sarkoma lainnya.
Kanker tulang disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain : radiasi sinar radio aktif dosis tinggi,
keturunan. Selain
itu juga kanker tulang disebabkan oleh beberapa kondisi tulang yang ada
sebelumnya, seperti : penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).
Manifestasi klinis yang muncul pada
tumor tulang bisa bervariasi tergantung pada jenis tumor tulangnya, namun yang paling umum adalah
nyeri. Akan tetapi manifestasi lainnya juga yang sering muncul, yaitu :
persendian yang bengkak dan inflamasi, patah tulang yang disebabkan karena
tulang yang rapuh.
Tumor tulang di bagi menjadi
beberapa jenis, antara lain : Multipel myeloma, Osteoma, Kondroblastoma,
Enkondroma, Sarkoma Osteogenik (osteosarkoma), Kondrosarkoma, Sarkoma Ewing.
Ada tiga bentuk standar pengobatan
kanker tulang, yaitu : pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi. Adakalanya dibutuhkan kombinasi
terapi dari ketiganya. Pengobatan sangat tergantung pada jenis kankernya,
tingkat penyebaran atau bermetastasis dan faktor kesehatan lainnya.
4.2 Saran
4.2.1
Saran Bagi Mahasiswa
Keperawatan
Seluruh mahasiswa keperawatan
agar meningkatkan pemahamannya terhadap penyakit Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma)
sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
4.2.2
Saran Bagi Perawat
Diharapkan agar
perawat bisa menindak lanjuti penyakit tersebut melalui kegiatan riset sebagai
dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit
dalam seluruh tatanan layanan kesehatan
4.2.3
Saran Bagi Institusi
Pendidikan
Bagi institusi
pendidikan hendaknya menyediakan buku – buku yang ada kaitannya dengan penyakit Sarkoma osteogenik
(Osteosarkoma), sehingga menambah refrensi bagi
mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogyakarta
: Diva Press.
Doengoes,
Marilynn E. Et al. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran
EGC
http://1.bp.blogspot.com/-Nissa
Anagh Uchil ASKEP CA TULANG.htm
Mansjoer,
Arief et al. 2000. Fakultas Kedokteran UI Kapita Selekta Kedokteran.Edisi
3 Jillid
2 Jakarta : Media
Aesculapius
NANDA
International.2009. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011. Jakarta:
Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Sloane
Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk
pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar
Medikal Bedah, Brunner & Suddart.Edisi 8.Vol 3.
Jakarta. EGC